Rute parade dimulai dari GOR M Yamin yang disulap menjadi Pasa Lamo. Peserta kemudian melewati Kampung Adat Balai Kalikih, Masjid Gadang Balai Nan Duo, Tugu Onthel raksasa yang menjadi ikon unik kota, hingga Taman Batang Agam.
Pada malam sebelumnya, peserta menikmati pertunjukan seni tradisional dan kuliner lokal di kawasan Pasa Lamo. Tarian Minang, musik saluang dan rabab, serta aroma makanan tradisional melengkapi pengalaman wisata klasik yang dihadirkan panitia.
“Pesertanya kagum karena bisa menikmati makanan tradisional yang sekarang sudah jarang ditemui. Ini juga jadi ajang promosi kuliner lokal,” tambah Yunida.
Wakil Wali Kota Payakumbuh yang juga Ketua KOSTI Sumbar, Elzadaswarman, menyebut parade ini telah menjadi pesta rakyat.
“Parade Onthel ini bukan hanya milik komunitas sepeda tua, tapi milik semua orang Payakumbuh. Insya Allah tahun depan akan digelar lagi, karena dampak ekonominya terasa nyata,” ujarnya.
Pemerintah Kota Payakumbuh melihat Parade Onthel sebagai model pengembangan wisata budaya berkelanjutan. Kehadiran peserta dari luar daerah meningkatkan hunian penginapan, penjualan kuliner, hingga usaha mikro masyarakat.
“Dampak ekonominya langsung terasa. Dari penjual makanan, pengrajin, sampai tukang foto keliling semuanya ikut merasakan manfaatnya,” kata Yunida.