Selanjutnya dia mengatakan bahwa isu kereta cepat bukan hanya soal kecepatan atau teknologi, melainkan juga kompleksitas kebijakan dan pembiayaan. Ia mencatat setidaknya ada 11 aspek penting dalam proyek tersebut.

“Pertama, korupsi. Kedua, utang. Ketiga, biaya terutama perbandingan antarnegara dan cost overrun. Lalu APBN yang pernah diberikan kepada perusahaan kereta api. Yang kelima, sebenarnya kita butuh atau tidak sih,” urainya.

Selain itu, dia pun menyinggung aspek perbandingan biaya per kilometer antara Indonesia dan negara lain. Ia mencontohkan proyek kereta cepat di California, Amerika Serikat, yang sejak 2008 tak kunjung selesai meski sudah menelan biaya lebih dari 100 miliar dolar AS.

“Indonesia kesannya tinggi sekali ya, tapi tiap negara beda-beda. Di California aja nggak jadi-jadi dari tahun 2008 sampai sekarang,” ujarnya.

Prof. Rhenald juga menyoroti aspek keberlanjutan proyek, jumlah penumpang, hingga model bisnis yang dijalankan. Menurutnya, semua itu harus dikaji jujur dan terbuka agar proyek strategis tak berubah menjadi beban jangka panjang.

“Yang ke-10 bisnis model, dan yang ke-11 Jepang versus China. Saya seringkali mengatakan Indonesia ini bisa apes karena geopolitik, pertarungan antar dua negara,”katanya.