“Seperti filter, hal ini meninggalkan warna-warna di bagian biru spektrum cahaya agar kita dapat melihatnya. Lautan juga dapat berubah menjadi hijau, merah, atau rona lainnya saat cahaya memantul dari sedimen dalam air dan partikel yang mengapung di air itu sendiri,” ia menuturkan.
Ia juga menjelaskan prinsip warna laut mencakup interaksi elektromagnetik dan perkembangan teknologi sensor. Dari coastal zone color scanner (CZCS) di satelit Nimbus hingga sistem modern yang menekankan algoritma spesifik untuk wilayah tropis.
Sementara, Kie Trung Hieu dari University of Singapore memaparkan lompatan teknologi dalam pemanfaatan ‘Unmanned Aerial Vehicle’ (UAV). Teknologi ini memungkinkan pencitraan dengan resolusi sub-meter dan gangguan atmosfer minimal.
Teknik yang digunakan mencakup mosaik berbasis ‘Global Positioning System’ (GPS) dan pembelajaran mendalam untuk pemrosesan citra. Pendekatan ini melengkapi pemantauan satelit tradisional dengan menawarkan alat validasi potensial melalui penginderaan UAV beresolusi tinggi.
Dia berharap integrasi teknologi UAV dengan sistem satelit dapat meningkatkan akurasi ‘ocean color science’. Kolaborasi ini diharapkan memperkuat riset perairan Asia Tenggara di masa mendatang.