"Kami melihat digitalisasi dan otomasi sebagai inovasi paling mendesak. Teknologi ini mendukung peningkatan keselamatan sekaligus mempercepat pelayanan. Beberapa langkah sudah berjalan, seperti Access by KAI, face recognition boarding gate, Nilam Virtual Assistant, hingga female seat map," kata Bobby.
KAI juga menjalankan strategi dekarbonisasi secara bertahap. Pertama, melalui optimalisasi desain operasi dan elektrifikasi jalur, yang saat ini sudah mencapai 8,9 persen.
Kedua, lewat efisiensi energi, misalnya penggunaan bangunan ramah lingkungan di kantor LRT Jabodebek. Ketiga, dengan mengganti energi konvensional ke energi terbarukan, seperti implementasi PLTS dan penggunaan biodiesel B40.
Keempat, melalui kompensasi, yakni penanaman pohon di sepanjang lintasan.
Dengan strategi itu, ia mengatakan KAI berharap transportasi kereta api semakin ramah lingkungan sekaligus memberi dampak positif bagi kualitas hidup masyarakat.
"Kami juga mulai mengukur carbon footprint melalui tiket, serta menyediakan water station di stasiun. Semua inovasi ini dirancang agar setiap pelanggan merasakan pengalaman perjalanan yang lebih mudah, nyaman, dan sesuai dengan standar global," kata Bobby.
Ia juga menyampaikan bahwa masukan (feedback) dari pelanggan selalu KAI jadikan dasar transformasi. Misalnya, keluhan soal antrean panjang di "boarding gate" menjadi pemicu lahirnya "face recognition boarding".