"Ada yang nawar cuma Rp200 ribu. Padahal saya ngerjain dua bulan," tuturnya.
Menjaga yang Asli
Imaroh adalah satu dari sekitar 600 pembatik yang tergabung dalam 12 kelompok di bawah naungan Koperasi Jasa Kampung Batik Giriloyo.
Kegigihan Imaroh menjaga batik tulis menjadi bagian dari perjuangan para perempuan di Giriloyo setelah gempa dahsyat melanda Kabupaten Bantul pada 2006.
Khibtiyah, Koordinator Bidang Layanan, Kerja Sama, dan Penelitian Koperasi Jasa Kampung Batik Giriloyo menuturkan bahwa pascagempa tahun 2006, pembatik di wilayah itu mulai bertransformasi dari sekadar buruh menjadi perajin mandiri.
"Dari tahun 2008 kami mulai bisa memproduksi batik tulis sampai selesai. Karena sudah bisa produksi penuh, kami juga ingin menjual batik kami sendiri," ujar Khibtiyah.
Proses produksi tidak dilakukan terpusat. Masing-masing perajin bekerja di rumah, kemudian menitipkan hasil untuk diwarna dan dijual.
Dalam sebulan, seorang pembatik rata-rata hanya mampu menyelesaikan satu kain, karena prosesnya rumit dan menuntut ketelitian. Dengan 600-an pembatik aktif, Giriloyo bisa menghasilkan sekitar 500-600 lembar batik tulis per bulan.
Menjaga kelestarian batik tulis bukan tanpa tantangan. Kain bermotif batik yang dicetak dengan mesin modern acap kali disamakan dengan batik, baik oleh masyarakat umum maupun pasar.