Pemerintah AS mengklaim kapal-kapal itu mengangkut narkoba, namun tidak menyertakan bukti. Banyak pihak, termasuk pemimpin Amerika Latin, ahli hukum, dan keluarga korban, menyebut serangan ini sebagai pembunuhan di luar hukum, mengingat sebagian besar korban diduga adalah nelayan.
Eskalasi lebih jauh ditunjukkan dengan penerbangan rutin pesawat pengebom strategis AS, termasuk B-52 dan B-1B, di dekat wilayah udara Venezuela. Data pelacakan penerbangan pada Kamis mengonfirmasi dua pesawat B-52 terbang di sepanjang pesisir Venezuela.
Meski mendapat dukungan dari mayoritas Partai Republik di Senat, kebijakan Trump ini menuai kritik dari dalam. Senator Adam Schiff menuding agenda sebenarnya adalah "pergantian rezim".
Sementara itu, jajak pendapat YouGov menunjukkan hanya 18% publik AS yang mendukung intervensi militer di Venezuela, dan 74% sepakat bahwa presiden harus membutuhkan persetujuan kongres untuk serangan militer, sesuai konstitusi.
Dukungan dari pimpinan Komite Hubungan Luar Negeri Senat, Senator Republik Jim Risch, mewakili sikap banyak anggota partainya yang melihat serangan ini sebagai tindakan tegas memerangi narkoba, dengan sedikit mempertanyakan aspek legalitasnya. Ironisnya, janji kampanye Trump justru menarik AS dari konflik luar negeri, sementara Resolusi Kekuatan Perang 1973 menegaskan kewenangan mutlak Kongres untuk menyatakan perang.