Dia menyebutkan bahwa serangan bom itu sudah melanggar semua batasan moral. "Saya tidak pernah membayangkan para teroris akan bertindak sejauh ini sampai menyasar sebuah masjid pada hari Jumat, hari pelaksanaan salat (Jumat). Tindakan ini melampaui semua ekspektasi kriminalitas kami," paparnya, suaranya bergetar saat mengenang pemandangan anak-anak terluka dan para ibu yang berduka.
Warga setempat menunjukkan sentimen serupa saat prosesi pemakaman. Shadi Darwish, yang sudah lama tinggal di Wadi al-Dhahab, mendeskripsikan serangan tersebut sebagai sebuah pukulan keras.
"Apa yang terjadi begitu mendadak dan mengerikan," ujarnya. "Orang-orang datang untuk beribadah, dan ledakan ini terjadi. Ini merupakan terorisme. Sepanjang hidup kami, kami telah hidup bersama. Kami tidak pernah membedakan satu sama lain berdasarkan aliran. Kami hidup berdampingan."
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (Syrian Observatory for Human Rights), sebuah lembaga pemantau perang yang berbasis di Inggris, mengatakan para korban berasal dari komunitas Alawi, menjelaskan konteks sektarian yang sensitif dari serangan tersebut. Sebuah kelompok radikal yang kurang dikenal dan menyebut dirinya sebagai Ansar al-Sunnah mengeklaim sebagai pelaku serangan tersebut. Kelompok itu juga mengaku bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri di sebuah gereja di Damaskus pada Juni lalu yang menewaskan 25 orang.